Nama-nama
bulan adalah Martius (Mars, dewa perang), Aprilus (Aprilia, dewi
cinta), Maius (Maya, dewi kesuburan), Junis (Juno, istri dewa Jupiter),
Quintilis (bulan ke-5), Sextilis (bulan ke-6), September (bulan ke-7),
October (bulan ke-8), November (bulan ke-9), December (bulan ke-10),
Januari (Janus, dewa penjaga gerbang langit), dan Februari (Februalia,
dewi kesucian). Masing-masing bulan 30 hari, kecuali Februari sebagai
bulan terakhir hanya 24 atau 25 hari, sehingga jumlah setahun 354 atau
355 hari. Agar tahun baru tanggal 1 Martius tetap jatuh pada awal musim
semi, setiap tiga tahun disisipkan bulan interkalasi, Mercedonius,
setelah Februari.
Pada
tahun 708 AUC (tahun 46 SM, kata kita sekarang), kalender lunisolar
Romawi berubah menjadi kalender solar yang ditiru dari bangsa Mesir.
Masyarakat Mesir purba menyembah dewa matahari dan kehidupan mereka
sangat tergantung pada pasang dan surut Sungai Nil, sehingga mereka
sejak tahun 4236 SM membuat kalender solar untuk menandai musim banjir,
musim tanam dan musim panen. Penguasa Romawi saat itu, Julius Caesar, bobogohan
dengan Cleopatra ratu Mesir. Untuk mengambil hati kekasihnya, Julius
Caesar mengubah kalendernya menjadi kalender solar. Aneh tapi nyata:
kalender berubah gara-gara cinta!
Dengan
bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi Yunani di Iskandariah, awal
tahun Romawi serta jumlah hari dalam setiap bulan disesuaikan dengan
kalender Mesir. Tahun baru digeser dari Martius (Maret) menjadi Januari.
Akibatnya, September yang artinya “bulan ke-7” (septem =
tujuh) menjadi bulan ke-9. Nama bulan Quintilis diganti bulan Julius,
diambil dari namanya sendiri. Banyaknya hari dalam sebulan: Januari 31,
Februari 28 atau 29, Martius 31, Aprilus 30, Maius 31, Junis 30, Julius
31, Sextilis 31, September 30, October 31, November 30, dan December 31.
Tahun
708 AUC itu ditetapkan oleh Julius Caesar menjadi tahun 1 Julian. Oleh
karena merupakan tahun transisi dari sistem lunar ke sistem solar, tahun
itu ditambah 90 hari: 67 hari diletakkan antara November dan December,
dan 23 hari sesudah Februari. Jadi tahun 1 Julian berjumlah 445 hari,
dan sering dijuluki annus confusionis (“tahun campur-aduk”).
Kaisar
Romawi berikutnya, Octavianus Augustus, ingin juga mengabadikan namanya
dalam kalender. Namanya, Augustus, dipakai mengganti nama bulan
Sextilis. Untunglah kaisar-kaisar selanjutnya tidak memiliki keinginan
serupa, sehingga nama-nama bulan tidak lagi mengalami perubahan.
Tahun Masehi (Anno Domini)
Setelah
orang-orang Romawi memeluk agama Nasrani, kalender Julian tetap
digunakan, bahkan makin meluas pemakaiannya di kalangan bangsa-bangsa
Eropa. Pada tahun 572 Julian, seorang pejabat tinggi kepausan di Roma,
Dionisius Exiguus, menetapkan perhitungan tahun Anno Domini
(“Tahun Tuhan”). Berdasarkan perkiraan Dionisius bahwa Nabi Isa al-Masih
a.s. lahir pada tahun 47 Julian, maka tahun 47 Julian ditetapkan
sebagai tahun 1 Anno Domini (AD), dan angka tahun 572 Julian diganti
dengan memundurkannya menjadi 526 AD. Jadi sejak tahun 526 berlakulah
hitungan tahun Anno Domini (AD) yang berlangsung sampai sekarang. Kita
di Indonesia menyebutnya tahun Masehi (M).
Kalender
Masehi atau kalender Julian memakai patokan 365,25 hari (365 hari 6
jam) setahun dengan kabisat empat tahun sekali, yaitu yang angka
tahunnya habis dibagi empat. Patokan ini berlebih 11 menit 14 detik
(0,0078 hari) dari yang seharusnya. Akibatnya terjadi kesalahan satu
hari dalam setiap 128 tahun, atau tiga hari dalam 400 tahun. Pada tahun
1582 kesalahan kalender mencapai sepuluh hari. Saat matahari melintasi
khatulistiwa atau awal musim semi (vernal equinox) jatuh pada 11 Maret, padahal seharusnya 21 Maret.
Maka
Paus Gregorius XIII membentuk komisi yang dipimpin Christophorus
Clavius dan bertugas mengoreksi kalender berdasarkan naskah Novae Restituendi Calendarium
dari Luigi Giglio (dilatinkan: Aloysius Lilius), ahli astronomi dari
Universitas Perugia. Hasil revisi komisi itu disahkan Paus Gregorius
XIII melalui keputusan yang berjudul Calendarium Gregorianum.
Hari Santo Francis tanggal 4 Oktober 1582 merupakan hari terakhir
kalender Julian. Selanjutnya angka tanggal dilompatkan sepuluh: Kamis 4 Oktober 1582 harus diikuti oleh Jum’at 15 Oktober 1582.
Untuk
memperkecil kesalahan pada masa mendatang, tiga dari empat sentesimal
(tahun peralihan abad) yang selalu kabisat dibuat sebagai tahun biasa.
Jadi 1600 kabisat; 1700, 1800 dan 1900 tahun biasa; 2000 kabisat lagi,
dan seterusnya. Sistem Gregorian ini ternyata cukup akurat, hanya
berlebih 0,0003 hari per tahun. Untuk mencapai kesalahan satu hari
diperlukan waktu 3333 tahun. Jadi, kalender Gregorian baru perlu
dikoreksi pada awal abad ke-50!
Pada
mulanya yang mengikuti keputusan Paus untuk mengubah kalender sudah
tentu hanyalah negara-negara Eropa yang mayoritas Katolik. Hal ini pun
menimbulkan kegemparan di kalangan masyarakat awam. Banyak orang yang
ketakutan kalau-kalau usianya berkurang sepuluh hari, dan para pekerja
menuntut upah bagi sepuluh hari yang dianggap hilang. Adapun
negara-negara Protestan, Anglikan dan Ortodoks tetap memakai kalender
Julian. Mereka mencurigai jangan-jangan keputusan Paus itu hanya taktik
untuk mengembalikan otoritas Katolik Roma di bidang agama. Apalagi Paus
Gregorius XIII sangat dibenci kaum Protestan, sebab memprakarsai
pembunuhan massal orang Protestan pada Hari Santo Bartholemeus di Paris
tahun 1572.
Menjelang
akhir abad ke-17, tahun 1698, seorang ilmuwan Jerman yang berwibawa
saat itu, Prof. Dr. Erhard Weigel, berkirim surat kepada raja-raja Eropa
yang beragama Protestan agar menerima kalender Gregorian. Weigel
menegaskan bahwa pemakaian kalender itu tidaklah berarti tunduk kepada
Paus. Ini masalah ketepatan peredaran benda langit, kata Weigel, bukan
masalah agama.
Maka
pada awal abad ke-18 negara-negara Protestan menerima kalender
Gregorian. Inggris negara Anglikan mengikuti pada tahun 1752, dengan
menyatakan tanggal 2 September 1752 langsung disusul oleh 14 September
1752. Hal ini juga berlaku untuk seluruh jajahan Inggris, termasuk
Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada sekarang) yang saat itu belum
merdeka. Akibatnya, George Washington, yang nantinya menjadi presiden
pertama Amerika Serikat, terpaksa mengubah tanggal lahirnya dari 11
Februari 1732 menjadi 22 Februari 1732.
Negara-negara
Eropa Timur yang menganut Kristen Ortodoks baru menerima kalender
Gregorian sesudah Perang Dunia Kesatu berakhir. Rusia memberlakukannya
tahun 1918 dengan menyatakan bahwa 31 Januari langsung disusul 13
Februari. Hari penghapusan kekaisaran Rusia yang berlangsung tanggal 7
November 1917 (menurut kalender Gregorian) sampai sekarang masih disebut
“Revolusi Oktober”, sebab hari itu di Rusia masih berlaku kalender
Julian tanggal 25 Oktober. Negara Eropa terakhir yang menerima kalender
Gregorian adalah Yunani tahun 1923.
Akan
tetapi kalender Julian tetap digunakan oleh Gereja Ortodoks khusus
untuk menentukan Hari Natal. Sampai sekarang mereka merayakan Natal pada
tanggal 7 Januari (25 Desember menurut kalender Julian), dua minggu
lebih lambat daripada umat Kristen lainnya.
Di
negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, penyebaran kalender
Gregorian dilakukan oleh negara-negara Eropa yang menjajahnya. Di
Indonesia sampai awal abad ke-20 kalender Hijriyah masih dipakai oleh
raja-raja Nusantara. Bahkan raja Karangasem yang beragama Hindu, Ratu
Agung Ngurah, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia
Belanda yang beragama Nasrani, Otto van Rees, pada tahun 1894 masih
menggunakan tarikh 1313 Hijriyah.
Kalender Gregorian secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda.
Kalender Julian
Diusulkan oleh astronom Sosigenes, diberlakukan oleh Julius Caesar sejak 1 Januari 45 sebelum Masehi. Setiap 3 tahun terdapat 365 hari, setiap tahun ke-4 terdapat 366 hari. Terlambat 1 hari dari ekuinoks setiap 128 tahun.Kalender ini merupakan tahun syamsiah (matahari) dengan jumlah hari tetap setiap bulannya, dan disisipi satu hari tiap 4 tahun untuk penyesuaian panjang tahun tropis. Kalender ini digunakan secara resmi di seluruh Eropa, sampai kemudian diterapkannya reformasi dengan penggunaan Kalender Gregorian pada tahun 1582 oleh Paus Gregorius XIII. Britania Raya baru mengimplementasikan pada tahun 1752, Rusia baru pada tahun 1918 dan Yunani baru pada tahun 1923. Gereja Ortodoks sampai sekarang tetap menggunakan Kalender Julian sehingga perayaan Natal dan Tahun Baru berbeda.
Era sebelum tahun 45 SM, dinamakan era bingung, karena Julius Caesar menyisipkan 90 hari ke dalam kalender tradisional Romawi, untuk lebih mendekati ketepatan pergantian musim. Penyisipan ini sedemikian cerobohnya sehingga bulan-bulan dalam kalender itu tidak lagi tepat. Akhirnya dengan saran Sosigenes, seorang astronom dari Iskandariyah, Caesar menetapkan kalendernya menjadi 12 bulan, masing-masing dengan jumlah hari tertentu seperti sekarang, dengan penetapan tahun kabisat setiap 4 tahun, dengan keyakinan bahwa panjang 1 tahun surya adalah 365,25 hari saat itu. Dengan cara ini setiap 128 tahun, kalender ini kebanyakan satu hari.
Sejak meninggalnya Caesar, penerapan tahun kabisat salah terap. Kabisat diberlakukan tiap menginjak tahun ke-4, jadi 3 tahun sekali. Keadaan ini konon dibetulkan kemudian oleh Kaisar Agustus, dengan meniadakan semua hari kabisat dari tahun 8 SM sampai tahun 4 Masehi. Setelah itu kalender Julian berfungsi dengan jauh lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar